Hujan Turunkan Produksi Teh di Purwakarta
Purwakarta (ANTARA News) - Para petani teh rakyat di Kabupaten Purwakarta, Jabar, mengaku produksi pucuk teh mereka menurun cukup tajam dalam beberapa bulan terakhir karena pengaruh buruknya cuaca.

"Produksi pucuk teh menurun hampir 50 persen karena hujan yang terus menerus," tutur Ayud, seorang petani teh di Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakata, Kamis.

Menurut dia, hujuan yang saban hari mengguyur di daerah dataran tinggi itu telah lenyebabkan pucuk teh sulit tumbuh.

Dalam kondisi normal, produksi pucuk teh rakyat rata-rata mencapai lima kuintal per hektare, atau sekitar satu ton per bulan, dengan dua kali pemetikan.

Namun dalam beberapa bulan terakhir di mana hujan yang terus mengguyur, produksi pucuk teh anjlok dan terjadi penurunan hampir 50 persen.

"Ya...kami tidak bisa berbuat apa-apa terkecuali pasrah dengan kondisi sekarang ini," katanya.

Perkebunan teh rakyat di Kabupaten Purwakarta menghampar di daerah-daerah dataran tinggi sebelah selatan ibu kota kabupaten, yakni di Kecamatan Bojong, Darangdan, Wanayasa di Kecamatan Kiarapedes.

Ayud dan para petani lainya menyebutkan menggeluti perkebunan teh merupakan usaha turun temurun, sehingga menjadi sandaran kehidupan sehari-hari.

Akan tetapi, mereka terus mengeluh dan mengaku kurang bersemangat dalam pengelolaan perkebunan, karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap para petani teh.

" Petani teh jalan sendiri, dan tidak ada pembimbingan khusus untuk meningkatkan produktifitas. Menikmati keberhasilan dari kebun teh juga sebatas angan-angan," katanya.

Mereka mencontohkan soal harga pucuk teh yang tidak menentu, dan sangat tersakan terlebih ditengah merosotnya produksi teh, seperti sekarang ini.

Harga jual pucuk teh di tingkat petani saat ini tidak kebih dari Rp 900 per kilorgam.

Sedangkan pengeluaran cukup besar, seperti ongkos pemetikan Rp 300 per kilogram dan ongkos angkut Rp 150 per kilogram.

" Dihitung-hitung pnghasilan petani teh minim sekali, apalagi petani yang memiliki kebun teh satu atau dua petak," ujar Sanusi, petani di Wanayasa. (ANT-151/K004) Sumber