Gabung dan hasilkan uang dengan memasang iklan di kumpulblogger.com
Share |

Monday, October 25, 2010

Menikmati Suroan di Muncar

Menikmati Suroan di MuncarBagi nelayan di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, tradisi petik laut menjadi gawe besar yang tidak boleh dilewatkan. Ritual tahunan yang digelar setiap tanggal 15 Suro dalam kalender Jawa atau bulan Muharam ini, telah menjadi tradisi turun-temurun sejak ratusan tahun silam.

Bukan hanya petani yang biasanya melaksanakan tradisi sedekah bumi, nelayan juga menggelar ritual untuk memohon berkah rezeki dan keselamatan. 

Pelaksanaan kegiatan petik laut setiap tahun selalu berubah karena didasarkan penanggalan Komariah dan kesepakatan pihak nelayan. Namun, biasanya digelar saat bulan purnama, karena saat itu air laut sedang pasang dan nelayan tidak melaut.

Tradisi petik laut tidak hanya menjadi komoditas nelayan dan warga Kecamatan Muncar, tapi telah menyedot perhatian masyarakat Banyuwangi dan luar daerah. Tidak heran jika acara itu digelar, puluhan ribu warga tumplek blek di Muncar, yang berada di Laut Selatan (Samudra Hindia).

Masyarakat tidak sekedar menyaksikan sejumlah hiburan kesenian daerah yang ditampilkan pada kegiatan tersebut, mereka juga berkesempatan mengikuti ritual hingga ke tengah laut untuk melarung sesajian dengan menaiki perahu dan kapal nelayan.

"Hampir setiap tahun saya dan keluarga selalu ke Muncar untuk mengikuti ritual ini," kata Suyitno, warga Kota Banyuwangi yang rela menempuh jarak sekitar 35 km menuju Muncar, dari Surabaya arah tenggara sekitar 188 km. 

Salah satu tokoh masyarakat Muncar, Hasnan Singodimayan menuturkan tradisi petik laut sudah berjalan sejak lebih dari satu abad silam, dan selalu dilaksanakan setiap bulan Suro atau Muharam.

"Dulu hanya masyarakat sekitar Muncar yang datang, tapi sekarang dari luar Banyuwangi juga ikut hadir menyaksikan tradisi ini," paparnya.

Ritual petik laut berkembang setelah kehadiran warga Madura yang terkenal sebagai pelaut di Kecamatan Muncar sejak ratusan tahun silam. Karena itu, tidak mengherankan jika ornamen khas suku Madura banyak mewarnai kegiatan ini.

Pakaian Sakera (baju khas Madura), baju hitam dan senjata clurit yang menjadi simbol kebesaran warga Madura, menjadi pemandangan khas selama ritual berlangsung.

Warga berbaju Sakera menjadi pengaman jalannya ritual, seperti mengawal sesaji yang akan dilarung hingga mengatur warga yang ingin berebut naik perahu. 

Acara dimulai dengan menyiapkan perahu kecil yang dihias secantik mungkin dan diisi berbagai jenis hasil bumi (pertanian) dan laut. Setelah dilakukan doa bersama, perahu sesajen itu kemudian dibawa dengan kapal besar menuju Semenanjung Sembulungan yang berjarak tempuh sekitar satu jam dari tepi dermaga, untuk dilarungkan (dilepas).

Sebelum dilarungkan, sesajian itu diarak menggunakan dokar menuju pantai dan sepanjang perjalanan ada iring-iringan penari Gandrung dan bunyi-bunyian gamelan.

Sebelum diberangkatkan, kepala daerah (Bupati Banyuwangi) diwajibkan memasang pancing emas di lidah kepala kambing, sebagai simbol permohonan nelayan supaya diberi hasil ikan melimpah.

Begitu perahu sesaji tenggelam, para nelayan berebut menceburkan diri ke laut untuk mendapatkan sesajen tersebut.

"Kami percaya, sesajen dan air laut bisa menjadi pembersih malapetaka ketika melaut," ujar beberapa nelayan.

Selesai larung sesaji, kegiatan dilanjutkan menuju Pantai Sembulungan, tempat Makam Sayid Yusuf yang diyakini sebagai orang pertama yang membuka daerah tersebut. 

Yang menarik dari kegiatan ini, ritual petik laut wajib menghadirkan dua penari Gandrung yang masih perawan. Memilih penari Gandrung (tarian khas Banyuwangi) yang berani ikut ke tengah laut dan mendampingi sesaji tidak gampang dan melalui seleksi khusus. 

Kendati terkesan sebagai sebuah rutinitas tahunan, tradisi petik laut tetap menyimpan pesona dan kekhasan tersendiri dari sebuah budaya masyarakat Banyuwangi, Kabupaten terluas dan paling timur Jatim.

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga mulai membuka mata dan tidak ingin membiarkan petik laut hanya sekadar ritual tahunan dan berkeinginan menjadikan tradisi itu sebagai budaya nasional.

"Kegiatan ini harus terus dilestarikan sampai kapan pun. Ke depan, penataan dan kemasannya harus lebih baik, supaya menjadi lebih menarik bagi wisatawan," kata Bupati Banyuwangi, Ratna Ani Lestari.

Muncar adalah salah satu pangkalan pendaratan ikan terbesar di Indonesia dan wilayah industri di Banyuwangi. Kawasan ini dilengkapi berbagai fasilitas pendukung, seperti pabrik pengalengan ikan, pakan ternak, industri minyak ikan, tepung ikan, dan "Cold storage". Sumber

0 komentar:

Subscribe via email

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Followers

Leave a Message In Here

Book Store


Masukkan Code ini K1-7Y291Y-B
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

Archives

  © Blogger template 'The Lake' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP